Rasanya baru kemarin ganti seragam dari putih-dongker jadi putih-abu-abu. Bisa pulang sekolah cepet, trus lanjut pergi jalan-jalan bareng temen atau main game sampe malam. Tapi sekarang, beban belajar buat anak kelas 12 rasanya meningkat berkali-kali lipat. Ada buanyak bangeet PR buat anak kelas 12 sekarang ini. Mulai dari tugas sekolah, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian praktik, ujian sekolah, ujian nasional, sampe seleksi masuk universitas yang banyak macemnya. Super padat!
Para siswa kelas 12 udah harus tobat fokus menghadapi akhir dari masa belajar mereka di jenjang SMA/SMK. Dari yang tadinya masih cuek, nyantai, atau sibuk ngomongin vlogger,, sekarang topik pembicaraan di kelas jadi lebih “berat”:
Andra : “Gue ntar bakal masuk Akpol. Disuruh nerusin jejak bapak jadi polisi.”
Budi : “Gue mau coba nerusin ke IT deh. Kayaknya lagi ngetren banget sekarang.”
Cintya : “Gue jago di Biologi sih. Mungkin gue lanjut ke Kedokteran aja kali ya?!”
A, B, C : “Kalo lo mau nerusin ke mana, Don?”
Dono : “Mmhh…”
Siapa yang ngerasa nasibnya persis banget kayak Dono? Hayo ngakuu..
Yak, selain belajar, ada lagi satu PR yang ga kalah penting buat dipikirin, yaitu mau lanjut ke mana nanti kelar SMA/SMK. Ketika beberapa teman sudah memiliki rencana yang jelas atau sedikit bayangan tentang masa depan mereka, gue yakin ada banyak anak kelas 12 atau bahkan Alumni SMA/SMK di luar sana yang masih nge-blank soal masa depannya. Kayaknya baru pertama kali dalam hidup, lo diminta untuk mikirin sendiri secara serius arah hidup lo ke depannya. Sebelum-sebelumnya mah, life was easy as going with the flow. Dari masuk TK, SD, SMP, sampe SMA, tinggal didaftarin dan nurut aja apa kata mama papa. Tapi kali ini, berbeda. Lo bakal dihujani pertanyaan-pertanyaan yang bikin galau berhari-hari.
"Mau masuk perguruan tinggi negeri atau swasta? Atau perguruan tinggi kedinasan? Atau ke luar negeri aja sekalian? Minat gue apa sih? Bakat gue di mana? Ntar gue kerja mau jadi apa? Apa ngikut aja kata ortu lagi?"
Cerita sedikit, gue punya sahabat deket. Dari kecil, doi udah suka banget dengan dunia fotografi. Masuk SMP, doi udah bisa hasilin duit lewat foto. Masuk kuliah, doi belajar fotografi. Sampe sekarang, di dunia kerja, doi udah sampe ke level Fotografer Senior profesional. Bahkan doi pernah bilang, “Gue mau motret sampe gue mati!!” Gile ga tuh? Nih orang "beruntung" banget ya bisa tau apa yang mau dia jalani di hidupnya dari kecil. Iri ga sih lo dengan orang-orang yang kayaknya udah jelas banget arah hidupnya. Seolah-olah dia ini udah mantep banget sama pilihan hidupnya dan ga pernah sedikit pun mereka meragukan jalur yang dipilih.
Ahh.. seandainya aja ada cara mudah untuk mengetahui potensi bakat dan minat kita. Seandainya aja ada cara cepat yang bisa memberi jawaban atas kegalauan kita dalam waktu yang mepet ini.
Nah, di saat-saat yang membingungkan ini, orang tua, guru, dan pihak sekolah mencoba mencarikan medium/alat yang dapat membantu para siswanya menentukan pilihan jurusan kuliah. Dari berbagai jenis medium/alat yang masuk ke sekolah, gue melihat ada satu alat bantu yang lumayan populer, yaitu Tes Analisis Bakat Sidik Jari (Fingerprint Analysis).
Beberapa tahun belakangan, penyedia jasa Tes Analisis Bakat Sidik Jari lumayan sering bekerja sama dengan berbagai sekolah untuk mengadakan tes sidik jari massal. Buat yang belum familiar dengan tes ini, gue coba jelasin secara singkat ya.
Tes Analisis Bakat Sidik Jari adalah metode yang (katanya) dapat menganalisis bakat, kecerdasan, gaya belajar, hingga karakter seseorang hanya dengan melakukan scanning sidik jari. Karena sidik jari setiap manusia berbeda dan bersifat permanen, seharusnya sidik jari bisa menjadi “jembatan” untuk memetakan fungsi otak dan mengungkap segala “rahasia” kepribadian seseorang. Biaya dari tes ini konon mencapai ratusan ribu rupiah.
Berikut contoh laporan hasil Tes Analisis Bakat Sidik Jari:
Dengan proses yang lumayan cepet dan biaya yang relatif terjangkau, kita bisa tau segala-galanya tentang diri kita. Kalo hasilnya bilang kita introvert, kita ga perlu repot belajar terbuka pada orang lain, karena itulah takdir kita. Kalo hasilnya bilang kita memiliki potensi sebagai pekerja outdoor, kita ga perlu menyia-nyiakan waktu kuliah dan mencari kerjaan kantoran karena di outdoor-lah potensi kita yang digariskan sejak lahir. Orang tua kita juga bakal kebantu banget. Seorang ibu yang sudah mengetahui seluruh “rahasia” kepribadian anaknya melalui tes sidik jari, tinggal ongkang-ongkang kaki karena dia hanya perlu mengatur anaknya sesuai dengan petunjuk hasil tes analisis sidik jari, dan anaknya akan menjadi orang yang pandai, jujur, kreatif, berbakti pada orang tua, beriman, bertakwa, saleh/salehah.
Wiihh.. canggih juga ya. Udah kayak karakter game aja, bisa tau stats atau skill level-nya gitu.
What a revelation. This could change the world. It’s too good to be true!Oh Wait..
Bentar bentar guys.. Biasanya ya, sesuatu yang “too good to be true” itu rada sulit dipercaya dan butuh pemeriksaan lebih lanjut. Seharusnya lo bisa kritis di sini, karena ini menyangkut masa depan lo beberapa tahun ke depan. Kalo pun sesuatu yang “too good to be true” itu beneran valid, ga ada salahnya kita periksa lebih dalam biar kita semakin yakin akan kebenarannya. Nah, pada artikel ini, gue ingin mengajak lo semua untuk menelusuri dan memeriksa apakah benar Tes Analisis Bakat Sidik Jari (Fingerprint Analysis) itu valid? Apakah benar sidik jari bisa memetakan kecerdasan seseorang?
Kuy kita bahas bareng.
Kejanggalan Logika pada Tes Analisis Bakat Sidik Jari
Oke, sebelum kita masuk ke pembahasan teknis, coba kita bahas pake common sense aja dulu. Misalnya, lo baru denger pertama kali tentang Tes Analisis Bakat Sidik Jari. Tanpa mengetahui pengetahuan teknis mengenai mekanisme tes ini, sebenernya ada kejanggalan logika (logical flaw) di konsep tes itu sendiri. Ada yang ngeh? Coba lo pikir dulu.
Kita ambil contoh kasus deh:
Di tahun 2016, Dono mengikuti Tes Analisis Bakat Sidik Jari. Hasilnya, laporan menunjukkan kalo skor Music Dono cuma 10,84%. Dono emang buta nada dan ga bisa main alat musik sama sekali.Dono pun berambisi untuk meningkatkan kemampuan bermusiknya. Selama setahun penuh, dia mengikuti sekolah musik terkenal dengan biaya jutaan rupiah. Karena ketekunannya, Dono berhasil menyelenggarakan konser akhir tahun ajaran dengan lancar dan berhasil “naik kelas” di sekolah musik tersebut.Ketika Dono ingin membuktikan bahwa kemampuan musiknya telah meningkat, dia berniat ikut Tes Analisis Bakat Sidik Jari lagi.Kira-kira gimana hasil analisis sidik jari Dono di tahun 2017?
Secara logis, kita bisa menganalisis bahwa bakat dan minat seseorang dapat berkembang seiring pengaruh peristiwa, arahan orang tua, pergaulan, dan latihan yang tekun. Di sisi lain, sidik jari adalah suatu hal yang tidak akan berubah dari kita lahir, dewasa, hingga meninggal. Sebuah laporan yang tadinya kita lihat sebagai informasi berharga tentang arah masa depan yang tepat buat kita, malah menjadi “kutukan” buat diri kita sendiri. Kemampuan kita sudah “dipatri” lewat angka-angka yang ada di laporan tersebut.
“Oh enggak gitu dong, fan. Justru dari hasil analisis sidik jari tersebut, kita jadi tahu level kemampuan kita sekarang sebagai acuan dan bisa kita improve terus”
Nah, di sini juga letak kekeliruan logikanya. Kalo kita bisa meng-improve kemampuan kita, gimana caranya tes analisis sidik jari membaca improvement tersebut? Bukannya sidik jari bakal terus sama? Kalo hasil analisis sidik jarinya menunjukkan skor sama, ini melanggar common sense dan fakta kalo bakat itu bisa berkembang. Kalo analisis sidik jarinya menunjukkan skor yang berbeda, ini melanggar prinsip sidik jari itu sendiri yang seharusnya permanen seumur hidup. See the flaw?
Menguak Tes Analisis Bakat Sidik Jari lebih dalam
Oke, mungkin beberapa dari lo kurang puas kalo ngebahas pake common sense doang. And that’s good. Karena kadang emang common sense itu ga sesuai dengan pengetahuan teknis dan data penelitian yang ada. So, coba sekarang kita masuk ke bagian teknisnya deh. Tes Analisis Bakat Sidik Jari adalah sebuah metode yang katanya bisa mengetahui potensi seseorang yang mencakup 9 kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence), gaya belajar, gaya bekerja, karakter bawaan dan lain sebagainya. Metode ini mengklaim dirinya berdasarkan ilmu Dermatoglyphic yang ilmiah.
1. Tes Analisis Bakat Sidik Jari berbasis pada konsep “Multiple Intelligence”
Ngomongin kecerdasan (intelligence), sebelumnya Faisal udah pernah jelasin panjang lebar di artikel ini:
Apa Sih Konsep IQ - EQ - SQ itu Sebenarnya ?
Gue saranin banget lo baca artikel di atas. Pada intinya, sampe sekarang, para ahli belum sepakat mengenai definisi kecerdasan, alat ukur yang pas untuk mengukur kecerdasan, dan apa arti dari skor kecerdasan seseorang. Multiple intelligence (kecerdasan majemuk/berganda) sendiri dicetuskan oleh Howard Gardner di tahun 1983. Menurut Gardner, kecerdasan manusia bukan merupakan sebuah konsep tunggal atau bersifat umum, melainkan merupakan beberapa set kemampuan spesifik. Semuanya merupakan perwujudan fungsi dari bagian-bagian otak yang terpisah.
Walaupun cukup populer, nyatanya konsep yang diajukan Gardner ini menuai banyak kritik karena kurangnya bukti empiris: tidak ada bukti efektivitas, tidak ada bukti neurologis, tidak ada alat ukur, dan ambigu dalam definisi. Artinya, konsep multiple intelligence tidak ilmiah, tetapi hanya pseudosains (sains semu).
2. Tes Analisis Bakat Sidik Jari menggunakan dikotomi “otak kiri vs otak kanan”
Di artikel zenius sebelumnya, Pras udah panjang lebar membahas bahwa konsep pembagian otak kiri vs otak kanan mempengaruhi gaya belajar itu cuma mitos!
Bedah Tuntas Mitos Otak Kanan/Otak Kiri
Dikotomi otak kanan-kiri lahir dari salah tafsir sebuah eksperimen sains terhadap otak (split brain experiment) di tahun 1960an. Walaupun memang ada pembagian kerja di masing-masing bagian otak, faktanya, otak kanan dan kiri kita tidak pernah terisolasi satu sama lain dan selalu bekerja sama ketika melakukan suatu kegiatan apapun. Artinya, otak bagian kanan dan kiri kita sama-sama dibutuhkan untuk proses berpikir logis maupun berpikir kreatif.
3. Tes Analisis Bakat Sidik Jari: “Masing-masing sidik jari berhubungan dengan lobus otak yang berbeda-beda”
Kalo ditanya apakah sidik jari terhubung dengan otak, ya pasti lah. Semua bagian di tubuh kita juga pasti terhubung dengan otak, secara otak adalah pusat kontrol diri ini. Tapi, sidik jari terhubung dengan bagian/fungsi otak yang mana nih?
Coba ingat-ingat lagi deh pelajaran Biologi kelas 11 SMA tentang Sistem Koordinasi (Saraf). Sebagai bagian dari kulit, sidik jari berfungsi sebagai reseptor, yaitu bagian tubuh yang menerima rangsangan (peraba/sensor) dari lingkungan. Oleh karenanya, sidik jari terhubung dengan saraf-saraf sensorik yang berujung ke lobus parietal otak. Selain itu, sidik jari adalah bagian dari jari yang merupakan alat gerak (efektor). Oleh karenanya, sidik jari juga terhubung dengan saraf-saraf motorik yang juga berasal dari lobus parietal otak.
Di sisi lain, Tes Analisis Bakat Sidik Jari menggunakan konsep finger-brain lobe connection yang menyatakan bahwa masing-masing sidik jari terhubung dengan lobus otak yang berbeda-beda:
Sayangnya, konsep ini lagi-lagi cuma pseudosains. Menggunakan pemahaman level SMA aja kita tahu bahwa semua jari kita terhubung dan dikendalikan oleh lobus frontal dan parietal otak, tanpa terkecuali! Namun, Tes Analisis Bakat Sidik Jari mengatakan hanya jari tengah yang berasosiasi dengan lobus parietal. Jadi ini berarti hanya jari tengah yang dapat merasakan panas kalau kita menyentuh bara api. Gimana kalo kita menyentuh bara api itu dengan jari telunjuk? Apakah jari telunjuk kita ga bisa merasakan panas? Kan kalo menurut Tes Analisis Bakat Sidik Jari, jari telunjuk ga terhubung ke lobus parietal. Terus, apa cuma jari tengah aja yang bisa bergerak? Jari lain ga bisa bergerak, gitu? Absurd ga sih?
4. Tes Analisis Bakat Sidik Jari: “Analisis sidik jari bisa membaca kecerdasan seseorang”
Orang bisa aja mengklaim atau ngaku-ngaku apapun yang dia mau. Untuk bisa percaya dengan apa kata orang, kita perlu bukti. Gimana caranya mencari bukti yang bisa dipercaya? Sebaiknya sih, kita melakukan eksperimen/penelitian yang terkontrol. Masalahnya, ga semua orang punya kapasitas untuk melakukan penelitian. Solusinya, kita bisa cari tau apakah ada orang lain yang lebih kompeten (baca: ilmuwan) yang udah pernah melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan kita. Para ilmuwan enggak asosial dengan dunianya sendiri. Mereka banyak mempublikasikan penelitian mereka (dalam bentuk buku, jurnal, pemberitaan, dsb.) untuk kepentingan khalayak. Kita bisa mulai cari di Google.
Kita punya pertanyaan:
"Apakah benar sidik jari bisa memetakan kecerdasan seseorang?"
Setelah mencari ke sana-sini, gue menemukan beberapa penelitian yang menyinggung sidik jari dan kecerdasan. Penelitian ini menunjukkan bahwa keterbelakangan mental bisa dideteksi dari karakteristik sidik jari. Ingat, fokus penelitian ini adalah pada anak dengan keterbelakangan mental. Bukan anak normal seperti sebagian besar dari kalian.
Ada beberapa penelitian yang mencoba mengaitkan sidik jari dengan IQ. Para penelitinya pun ragu dengan hasil temuannya. Dan ingat, di dunia ilmiah, penggunaan IQ untuk mengukur kecerdasan, masih diperdebatkan. Selain itu, Tes Analisis Bakat Sidik Jari yang sedang kita bahas di sini menggunakan parameter Multiple Intelligence, bukan IQ.
- http://www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/92320090310.pdf
- http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-JPXZ200201023.htm
- http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-CDYX602.006.htm
- http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-HNYK198901009.htm
Akhirnya gue nemu satu-satunya penelitian yang yang mendukung hubungan sidik jari dengan multiple intelligence. Tapii.. penelitian ini dipublikasikan di jurnal online yang kayaknya sengaja dibikin sendiri untuk mempublikasikan penelitiannya sendiri, tanpa ada review dari komunitas ilmiah. Hehehe..
Emang mesti hati-hati kalo baca hasil penelitian. Jangan langsung percaya sesuatu mentang-mentang ada link penelitiannya. Kita mesti cek apakah fokus dan metode penelitian tersebut relevan untuk menjawab pertanyaan kita. Apakah ada penelitian lain yang mendukung penelitian tersebut? Apakah penelitian itu sudah di-review oleh sesama rekan ilmuwan? Apakah penelitian tersebut sudah dilakukan berulang-ulang kali untuk berbagai konteks? Sampai di sini bisa kita simpulkan, belum ada satu pun penelitian yang benar-benar ilmiah yang bisa membuktikan hubungan pola sidik jari dengan bakat/kecerdasan seseorang.
5. Tes Analisis Bakat Sidik Jari mendompleng Dermatoglyphic yang benar-benar ilmiah
Perlu gue tegaskan di sini, Dermatoglyphic adalah sains atau ilmu yang benar-benar ilmiah yang mempelajari pola-pola sidik jari dan bentuk tangan. Dalam perkembangannya, ilmu Dermatoglyphic umumnya dipake untuk 2 hal, yaitu untuk:
- sistem identifikasi identitasi melalui sidik jari seseorang, seperti sidik jari pada KTP, paspor, login handpohone/laptop, hingga identifikasi sidik jari untuk mengakses masuk suatu ruangan.
- mengevaluasi keterbelakangan mental pada anak.
Tidak ada satu referensi resmi dan ilmiah yang menyebutkan kalo Dermatoglyphic bisa digunakan untuk mengevaluasi kecerdasan dan bakat pada anak TANPA keterbelakangan mental (anak normal). Klaim itu cuma datang dari situs-situs yang mempromosikan Tes Analisis Bakat Sidik Jari:
Kalimat pertama, benar adanya. Tapi kalimat terakhir, mana referensinya?
Seperti yang uda kita bahas di atas, emang benar, ada riset yang menunjukkan hubungan antara sidik jari dan kondisi mental seseorang, tapi konteksnya untuk anak keterbelakangan mental. Bukan untuk orang tanpa keterbelakangan mental, seperti gue dan sebagian besar dari kalian yang baca artikel ini.
Kalimat pertama, oke, no problem. Masuk kalimat terakhir, langsung meragukan dan mengundang tanda tanya.
Kalo lo perhatikan pesan-pesan promosi di atas, ada sebuah pola. Pertama, mereka kasih fakta ilmiah yang benar dan lumayan umum diketahui orang. Tapi kemudian mereka menambahkan klaim ngaco yang patut dipertanyakan dan butuh pembuktian lebih lanjut.
Kebayang ga sih, kalo ada orang awam yang ga terlalu melek sains, mendengar pertama kali tentang Tes Analisis Bakat Sidik Jari. Dari awal, mereka mungkin langsung “terpesona” atau overwhelmed dengan berbagai istilah sains yang digunakan. Karena terdengar canggih, mereka jadi “tergoda” untuk percaya. Padahal, kalo lo ngerti dikit aja tentang beberapa konsep sains dasar dan terbiasa berpikir kritis, lo bisa dengan mudahnya menemukan kejanggalan. Pada akhirnya, Tes Analisis Bakat Sidik Jari ini tidak lebih dari sekedar pseudosains. Mau sok-sok ilmiah, padahal cuma omong kosong belaka.
Gimana cara cari jurusan yang tepat?
“Wah fan, lo menghancurkan harapan gue. Tadinya udah seneng aja ada yang bisa kasih jawaban instan. Trus sekarang, gimana dong cara tau jurusan yang tepat buat gue? :(”
Sorry guys. Ga ada yang instan di dunia ini. Semua ada prosesnya. Mencari jurusan yang tepat adalah proses pencarian jati diri. Biasanya orang2 terlalu fokus untuk mencari dan bertanya-tanya ke dalam dirinya. Padahal ada satu bagian yang ga kalah penting dan kadang terlupakan dari proses pencarian jati diri, yaitu mengenal dunia luar.
Mulai deh buka2 berbagai situs resmi universitas di Indonesia. Liat jurusan apa aja yang mereka tawarkan. Coba cari silabus dari suatu jurusan. Pahami mata kuliah yang diajarkan. Coba cari blog tentang pengalaman mahasiswa yang kuliah di jurusan dan kampus tertentu. Coba cari video di Youtube tentang dinamika dunia kerja lulusan suatu jurusan. Banyak2 nanya ke senior.
Kumpulkan juga pengalaman. Coba keluar dari zona nyaman dengan rutinitas yang itu-itu aja. Lo bisa coba belajar bikin vlog. Belajar bikin animasi. Ikut dance class. Coba belajar masak. Coba naik gunung. Coba baca buku yang menantang. Ikut pelatihan, seminar, atau debat. Coba bikin eksperimen fisika/kimia sendiri. Wah masih banyak lagi deh hal seru yang bisa lo coba.
Apakah lo tipe orang yang rela ngerjain apa aja (termasuk yang lo ga suka), yang penting dapat duit banyak? Atau lo lebih pengen mengerjakan sesuatu yang lo suka? Atau lo baru merasa hidup kalau bekerja untuk membantu orang lain?
Go out there, explore the world, and find your own inspiration..!
****
Beberapa minggu lalu, hasil PISA 2015 akhirnya dirilis. PISA adalah penilaian pendidikan internasional yang dilaksanakan oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development). Riset ini membandingkan kemampuan membaca, matematika, dan sains pelajar usia 15 tahun di berbagai negara di dunia. Hasilnya? Indonesia menempati peringkat 69 dari 76 negara yang membuat negara kita bercokol di papan bawah. Dari hasil PISA 2015 ini, kita bisa tau kalo kemampuan dan minat pelajar Indonesia di bidang sains masih rendah. Ini bisa jadi indikator bahwa secara umum masyarakat kita masih belum terlalu melek dengan pentingnya sains.
Memahami sains atau berpikir ilmiah itu bukan semata-mata berguna untuk orang yang mau jadi ilmuwan. Mulai dari membeli bahan kebutuhan sehari-hari macam pasta gigi, mendaur ulang sampah, atau berbicara tentang isu lingkungan, kita terus-terusan dibombardir dengan berbagai klaim ilmiah beserta argumen-argumen kontranya. Kita harus bisa memilah informasi, mana yang bener, mana yang cuma kata-kata manis taktik marketing. Kita juga harus bisa menentukan kelirunya di mana dan mana yang patut dipercaya. Karena pada akhirnya, lebih baik menelan pil pahit kebenaran, daripada tenggelam dalam kebohongan yang manis.
Stay awesome, stay critical!